Kamis, 09 Desember 2010

Fosil Bangau Raksasa Ditemukan di Flores

Rabu, 8 Desember 2010 | 14:22 WIB

Big bird: This artists impression shows how the Leptoptilos robustus would have towered over the prehistoric Homo Florensiensis on the island of Flores

JAKARTA, KOMPAS.com — Menurut Zoological Journal of the Linnean Society, fosil bangau putih raksasa ditemukan di Pulau Flores. Peneliti mengatakan, penemuan fosil bangau ini penting untuk mempelajari evolusi manusia purba yang juga ditemukan di pulau ini, Homo floresiensis.

Bangau putih yang diberi nama Leptoptilos robustus itu memiliki tinggi 1,8 meter dan berat hingga 16 kilogram, membuatnya paling tinggi dan paling berat di antara spesies bangau lainnya.

Paleontolog Hanneke Meijer dari National Museum of Natural History di Leiden, Belanda, menemukan fosil ini bersama koleganya, Dr Rokus Due dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta. Mereka menemukan empat tulang kaki di Gua Liang Bua, Pulau Flores. Tulang-tulang ini diyakini merupakan bagian dari seekor bangau yang hidup antara 20.000 dan 50.000 tahun lalu.

"Saya menyadari tulang-tulang bangau raksasa ini pertama kali di Jakarta, saat mereka disandingkan dengan tulang-tulang yang lebih kecil lainnya. Menemukan burung besar adalah hal biasa di pulau itu. Tapi saya tidak menyangka menemukan bangau putih raksasa," kata Dr Meijer.

Tidak ada tulang sayap yang ditemukan. Para peneliti menyangka bangau ini jarang atau bahkan tidak pernah terbang. Ukuran dan berat tulang kaki serta ketebalan dinding tulang menunjukkan bangau ini sangat berat sehingga menghabiskan sebagian besar hidupnya di darat.

Spesies Pulau Flores
Penemuan spesies raksasa bukan hal baru di Pulau Flores. Para peneliti telah menemukan makhluk-makhluk kerdil, seperti gajah kerdil Stedgodon florensis insularis dan komodo Varanus komodoensis. Di pulau ini pula para ilmuwan menemukan fosil manusia kerdil, Homo floresiensis, yang hanya memiliki tinggi satu meter.

Fenomena perubahan ukuran ini dikenal sebagai faktor pulau dan dipicu beberapa predator yang ada di pulau tersebut. Akibatnya, hewan-hewan yang menjadi mangsa makin kecil, sedangkan hewan predator semakin besar. "Mamalia yang besar seperti gajah dan primata menunjukkan penurunan ukuran. Sementara itu, mamalia kecil seperti hewan pengerat dan burung ukurannya membesar," urai Dr Meijer.

Adapun Homo floresiensis ditemukan pada tahun 2004. Sampai saat ini, para peneliti masih memperdebatkan status Homo floresiensis. Ilmuwan masih mempertanyakan apakah manusia kerdil yang hidup 12.000 hingga 8.000 tahun yang lalu itu termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.

"Status Homo floresiensis menjadi bahan perdebatan semenjak ditemukan. Menurut saya, bangau putih raksasa ini penting untuk memahamai evolusi Homo floresiensis. Ada spekulasi kalau bangau putih raksasa ini memakan Homo floresiensis. Meski tidak ada bukti, kemungkinannya tidak bisa dikesampingkan," cetus Dr Meijer.

Hingga kini belum jelas mengapa bangau raksasa, gajah kate, dan manusia purba itu punah. "Tapi, kami memiliki beberapa petunjuk. Semua tulang bangau putih raksasa seperti juga gajah kate dan manusia kerdil ditemukan di bawah lapisan tebal debu vulkanik. Kemungkinan ada erupsi gunung api. Kedua, bangau putih raksasa dan makhluk sezamannya punah sebelum manusia modern muncul di gua itu," pungkas Dr Meijer. (

Selasa, 30 November 2010

Danau-danau di bumi memanas

Rabu, 24 November 2010 | 14:48 WIB

Panorana pagi hari di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatra Selatan, Selasa (27/4). Daya tarik Danau Ranau tidak kalah dengan tempat wisata lainnya di Indonesia.

KOMPAS.com — Danau-danau terbesar di Bumi mengalami pemanasan dalam kurun 25 tahun terakhir. Hal tersebut diumumkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, Selasa (23/11/2010).

Pemanasan yang terjadi pada danau-danau tersebut diketahui setelah peneliti Philipp Schneider dan Simon Hook dari Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California, melakukan observasi terhadap 167 danau di Bumi dengan menggunakan data satelit.

"Para peneliti melaporkan bahwa rata-rata tingkat pemanasan adalah 0,81 derajat Fahrenheit (0,45 derajat celsius) per dekade. Beberapa danau bahkan memanas hingga 1,8 derajat Fahrenheit (1 derajat celsius) per dekade," kata NASA dalam pernyataannya.

Para peneliti menemukan bahwa area yang mengalami peningkatan paling besar adalah wilayah utara Eropa. Sementara itu, tren pemanasan sedikit menurun di wilayah selatan Eropa.

Wilayah barat daya Amerika Serikat mengalami tren pemanasan yang sedikit lebih besar daripada wilayah Great Lakes. Sementara itu, wilayah tropis, khatulistiwa, dan belahan bumi selatan mengalami tingkat pemanasan yang lebih kecil.

Danau Ladoga di Rusia dan Danau Tahoe di Amerika Serikat mengalami peningkatan suhu yang paling besar. Danau Tahoe mengalami peningkatan sebesar 1,7 derajat celsius sejak tahun 1985. Adapun Danu Ladoga mengalami peningkatan sebesar 2,2 derajat celsius.

"Analisis kami menunjukkan data baru dan independen untuk mengetahui dampak perubahan iklim pada daratan di Bumi," kata Schneider.

Menanggapi peningkatan suhu yang terjadi di danau, Hook mengatakan, "Kami terkejut mengetahui bahwa beberapa danau menunjukkan peningkatan suhu yang melebihi peningkatan suhu udara."

Schneider mengungkapkan, perubahan yang terjadi pada danau tersebut bisa berdampak pada kelangsungan ekosistem danau. Anggota ekosistem tersebut dikatakan bisa terpengaruh oleh perubahan suhu yang sangat kecil.

Hasil penelitian Schneider dan Hook dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters yang terbit minggu ini. Dalam meneliti, para peneliti memilih danau yang berukuran paling sedikit 500 kilometer persegi dan jauh dari garis pantai.

Senin, 08 November 2010

Pasir dan Abu Vulkanik Bernilai Ekonomi

Senin, 8 November 2010 | 06:53 WIB

Warga melintas di kawasan Tugu yang diselimuti abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi di Jalan Mangkubumi, Yogyakarta, Sabtu (30/10/2010). Siapa menyagka debu dan pasir vulkanik ini sangat bernilai ekonomi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasir yang terkandung dalam material vulkanik yang dimuntahkan gunung api, termasuk Gunung Merapi, merupakan pasir kualitas terbaik untuk bahan bangunan. Adapun debu gunung berapi sangat baik digunakan untuk mengembalikan kesuburan tanah.

Dosen Vulkanologi yang juga Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, saat dihubungi dari Jakarta pada Minggu (7/11/2010) mengatakan, fungsi pasir gunung api sebenarnya sama dengan pasir biasa. Namun, kandungan silika (SiO) yang tinggi membuat kualitasnya menjadi sangat baik.

Pasir gunung api baik digunakan untuk penjernih air. Pola silika yang berujung runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikel tidak diinginkan jauh lebih baik ketimbang pasir biasa. Meski demikian, penggunaan pasir gunung api sebagai penjernih air tetap membutuhkan bahan lain, seperti zeolit dan arang kayu.

"Dalam penjernih air, fungsi pasir gunung api hanya menggantikan fungsi pasir biasa," katanya.

Pasir gunung api juga sangat baik digunakan untuk bahan beton. Ujung silika yang runcing membentuk partikel yang memiliki sudut. Pola partikel bersudut itulah yang membuat ikatan pasir gunung api dengan semen menjadi lebih kuat.

Pasir biasa memiliki ujung bulat sehingga kekuatan ikatannya dengan bahan pembuat beton lainnya lebih lemah.

Dosen Panas Bumi dan Gunung Api Institut Teknologi Bandung, Asnawir Nasution, mengatakan, selain silika, pasir gunung api juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi pasir gunung api sangat baik karena belum mengalami pelapukan sehingga baik untuk campuran bahan bangunan.

"Pasir gunung api juga memiliki kandungan lempung yang sangat sedikit. Selain membuat beton semakin kuat, sedikitnya lempung juga akan meningkatkan daya tahan beton dan membuat tingkat kekeroposan beton lebih rendah," ucapnya.

Di Jawa Tengah pasir Gunung Merapi menjadi incaran, sedangkan di Jawa Barat pasir Gunung Galunggung menjadi primadona. Menurut Asnawir, harga pasir Gunung Galunggung bisa mencapai Rp 900.000 per truk, sedangkan pasir biasa yang didatangkan dari Garut hanya dihargai Rp 500.000 per truk.

Unsur hara

Eko mengatakan, material vulkanik yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan hanya yang berupa pasir atau kerikil. Material berukuran besar itu hanya terdapat di sekitar letusan gunung api. Jika mencermati letusan Gunung Merapi saat ini, pasir yang dapat dipergunakan diperkirakan hanya yang berada dalam radius 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Material debu hanya dapat dimanfaatkan untuk memperkaya unsur hara dalam tanah. Kandungan unsur hara material gunung api dapat digunakan untuk menetralisasi "kecapaian" tanah yang selama ini banyak diberi pupuk anorganik.

Menurut Asnawir, fungsi pasir gunung api sebagai pupuk sangat ditentukan oleh ketebalan dan lokasinya. Pasir gunung yang tebal belum dapat digunakan langsung karena masih panas dan kandungan gasnya tinggi.

Dalam kasus Gunung Galunggung, lingkungan gunung yang hancur akibat debu hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk berubah menjadi hijau kembali. "Debu yang mencapai daerah jauh, seperti debu Merapi di Bandung, tetap sulit dimanfaatkan. Debu yang tipis akan mudah terbawa air hujan dan angin sehingga sulit untuk dimanfaatkan," tuturnya.

Membersihkan

Menurut Eko, dari kasus letusan Gunung Kelud, masyarakat di sekitar gunung memiliki dua sapu panjang yang dapat digunakan untuk membersihkan pasir dan debu vulkanik di rumah mereka.

Sapu pertama yang dicelupkan ke air difungsikan untuk membasahi pasir agar mudah ditarik ke bawah. Adapun sapu kedua yang dilengkapi penampung debu digunakan untuk menarik material lembab yang berada di atas genteng.

Material di atas genteng jangan disiram dengan air karena justru akan menambah berat material sisa gunung api. Karena beban bertambah, kondisi itu bisa memicu ambruknya rumah.

"Teknik melembabkan material di atas genteng dan penggunaan sapu panjang ini bisa diterapkan dalam kasus di Merapi," katanya. (MZW)

Kamis, 28 Oktober 2010

Kenalkan, Penemu Mesin Pencari Planet...


JAKARTA, KOMPAS.com - Daya ingat siswa lebih mudah terangsang dan tajam ketika seorang pendidik mampu mengolah materi ajarnya dengan cara yang unik dan menarik. Inilah yang dibuktikan Ayatollah Hidayat, salah satu guru finalis Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) 2010, dengan alat ciptaannya; Mesin Pencari Planet (MP2).

Pola tingkah laku mereka mulai berubah dalam belajar. Daya ingat dan daya tangkapnya juga jauh lebih baik.
-- Ayatollah Hidayat

Dengan alat tersebut, guru kelas 6 SDN Ma'lengu, Kecamatan Bontolemapangan, Gowa, Sulawesi Selatan, ini menjadikan pelajaran tentang planet dan sususan tata surya tak sesulit yang dibayangkan murid-muridnya lantaran harus menghafalnya.

Sejak setahun lalu Ayatollah menggunakan MP2 sebagai alat peraga menyampaikan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di dalam kelasnya. Khususnya, pengetahuan tentang susunan tata surya.

Ayatollah mengungkapkan, ciptaannya itu tercetus murid-muridnya mengaku kesulitan menghafal nama-nama planet dan susunannya di tata surya. Berbekal itulah, ia pun secara sederhana menciptakan alat tersebut dengan bahan-bahan yang sederhana.

Delapan planet dalam lingkaran tata surya dibuatnya menggunakan tutup botol plastik bekas beragam ukuran. Planet-planet dari tutup botol itu kemudian direkatkan dengan rangkaian kabel paralel. Rangkaian kabel itu masing-masing berujung pada paku buku yang diletakan pada sebuah bidang nama planet di bawah lingkaran tata surya dengan bahan tampah bambu untuk mengayak beras.

Kabel-kabel itu kemudian dipusatkan pada baterai sebagai power yang akan menyuplai aliran listrik. Aliran listrik inilah yang akan membuat lampu indikator menyala saat dua kutub panel disatukan lewat dua pen penunjuk.

"Pen hitam untuk mencari gambar planet, sedangkan pen merah untuk mencari nama planet. Satu pen harus ditempelkan pada kutub panel nama planet, satunya lagi ditempelkan pada planet-planet tutup botol," ujar Ayatulloh, di depan dewan juri Lomba Kreativitas Ilmiah Guru (LKIG) ke-18 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Hotel Bumiwiyata, Depok, Senin (2/8/2010).

"Jika lampu indikator tidak menyala, berarti pen yang ditempel tidak sesuai dengan kutubnya. Sebaliknya, jika planet yang ditunjuk benar dan sesuai dengan nama planet yang dicari, lampu indikator di tengah alat tersebut akan secara otomatis menyala," kata pria kelahiran Gowa, kelahiran Oktober 1985 itu.

Modifikasi

Ayatollah menuturkan, sejak menggunakan ciptaannya itu di dalam kelas, siswa pun mulai lebih memerhatikan pelajaran IPA. Dia mengakui, bahwa dengan cara yang unik itulah dirinya bisa membuat siswa senang belajar.

"Pola tingkah laku mereka mulai berubah dalam belajar. Daya ingat dan daya tangkapnya juga jauh lebih baik," kata Ayatollah.

Alat tersebut, kata dia, kini menjadi pendukung Lembar Kerja Siswa (LKS) bidang IPA. Karena, kata dia, teori yang ada di dalam LKS pun menjadi lebih mudah dipahami ketimbang menghapal susunan huruf dan gambar planet.

"Akhirnya bisa saya simpulkan, bahwa metode ini pun bisa digunakan untuk memperlajari pelajaran lain seperti mengenal nama-nama negara dan ibukota pada pelajaran IPS," imbuh Ayatollah.

Untuk itu, ujarnya, MP2 diharapkannya bisa menjadi alternatif baru sarana praktik belajar di dalam kelas. Ke depan, setelah LKIG 2010 ini, ia masih ingin memodifikasi MP2 agar lebih baik lagi untuk kemajuan peserta didiknya.

"Maunya bisa berbunyi seperti bel, tetapi itu nanti saja, masih saya pelajari," ujar Ayatollah.

Senin, 04 Oktober 2010

Wajib Terapkan Pendidikan Antikorupsi

MoU Kemendiknas-KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan Nasional dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan target waktu penerapan pendidikan antikorupsi di sekolah. Semua institusi pendidikan, baik dari TK sampai perguruan tinggi, harus mulai mengajarkannya mulai tahun 2011. Hal ini disampaikan Mendiknas M. Nuh di kantornya setelah bertemu dengan pimpinan KPK Haryono, Senin (4/10/2010).

"Hari ini, kami perkokoh lagi yang targetnya di tahun ajaran tahun 2011 akan kita mulai pendidikan antikorupsi sebagai bagian utuh dari pendidikan karakter," ungkapnya. Dengan ditetapkannya target ini, Mendiknas maupun KPK membentuk tim teknis untuk membahas materi yang selama ini sudah ada dan siap diintegrasikan dalam proses pembelajaran, mempersiapkan metodologi, para guru, serta mekanisme evaluasinya.

"Nah pelajaran atau ruh antikorupsi yang jelas kita sepakati tidak akan jadi mata pelajaran. Karena kalau jadi mata pelajaran, akan menjadi beban. Tapi substansinya tidak seperti itu. Materi ini bisa merasuk ke setiap mata pelajaran, seperti oksigen, seluruh mata pelajaran bisa comply dengan pendidikan antikorupsi," tambahnya.

Pimpinan KPK Haryono mengatakan kesepakatan ini diambil setelah KPK melihat evaluasi yang signifikan dalam uji coba di 50 sekolah di 10 provinsi selama satu tahun. KPK melihat dampak sejumlah aktivitas pengajaran dan latihan yang dapat melatih anak memiliki kejujuran, integritas dan karakter warga negara Indonesia yang tidak korupsi, seperti warung kejujuran dan pemilihan murid terpuji sebagai panutan siswa di kelasnya.

"Apakah akan tambah beban? Sebenarnya tidak karena tidak memberi definisi hukum dan sebagainya. Kita hanya betul-betul di sini membangun anak-anak didik agar memiliki nilai-nilai dan menerapkan sikap-sikap yang berdasarkan nilai yang baik yang sudah kita uji cobakan," tambahnya.

Rabu, 11 Agustus 2010

Menyibak Daya Tahan Merak

Merak hijau (Pavo muticus muticus) jantan membentangkan sayapnya untuk menarik perhatian sang betina di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Merak hijau di Indonesia hanya tersebar di Pulau Jawa dan merupakan satwa langka yang dilindungi undang-undang.

Saya justru mencari tahu mengapa merak jawa hijau masih ada," kata Jarwadi B Hernowo, peneliti dan dosen Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Jarwadi menyampaikan hasil penelitiannya ini pada Simposium Asosiasi Biologi Tropika dan Konservasi, 19-23 Juli 2010.

Merak jawa hijau (Pavo muticus muticus) salah satu jenis burung paling diburu yang kini nyaris punah. Di tengah kerusakan serta menciutnya hutan yang menggerus ruang-ruang hidup bagi aneka satwa burung itulah Jarwadi berusaha menyibak rahasia daya tahan salah satu spesies merak ini di pulau terpadat Indonesia, yaitu Jawa.

Jarwadi mengembangkan riset atau studi kasus di Taman Nasional Baluran, Alas Purwo, serta Meru Betiri di wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur. Ia juga meneliti sebaran merak jawa hijau di hutan-hutan produksi komoditas jati di sekitar taman-taman nasional tersebut.

Di Jawa Barat, Jarwadi mengembangkan risetnya di kawasan hutan Buah Dua, Sumedang. Berikut riset di hutan-hutan pinus di sekitarnya, termasuk hutan di lereng Gunung Cikuray, Garut.

Tidak bergantung

Melalui risetnya, Jarwadi telah mengingatkan pentingnya untuk mengetahui apa saja yang membuat merak hijau jawa masih bisa tetap bertahan hingga sekarang. Dengan mengetahuinya, Jarwadi membuka peluang bagi pemerintah dan masyarakat untuk tetap melestarikan merak jawa hijau.

”Kesimpulannya, merak jawa hijau masih bisa bertahan selama ini karena tidak bergantung kepada hutan,” kata Jarwadi.

Merak jawa hijau masih bisa ditemui Jarwadi di pinggir-pinggir hutan atau taman-taman nasional. Merak jawa hijau itu mendapatkan suplai makanan di padang rumput serta semak belukar yang terdapat di ruang terbuka.

Merak jawa hijau adalah hewan herbivor. Mereka memakan dedaunan rerumputan serta bebijian dari buah semak belukar.

Hutan merupakan tempat berlindung. Merak jawa hijau bertengger di dahan pepohonan hutan yang tinggi. Namun, betina merak jawa hijau ketika bertelur dan mengerami telur-telurnya kembali ke semak belukar.

”Rahasia lain daya tahan merak jawa hijau terletak pada populasi kelompok yang tidak terlampau besar sehingga kelompok-kelompok kecil tersebar hingga bisa mencapai peluang bertahan hidup yang lebih besar,” kata Jarwadi.

Satu kelompok merak jawa hijau bisa berkisar 30 individu. Karakter burung berbobot badan 3 kilogram hingga 5 kilogram ini berpoligami. Satu pejantan merak jawa hijau mengawini 4-7 merak jawa hijau betina. Keunikan lain dijumpai pada tingkat usia populasi merak jawa hijau dalam suatu kelompok.

Karakter usia merak jawa hijau berupa piramida terbalik. Usia merak jawa hijau muda lebih sedikit jika dibandingkan dengan merak jawa hijau tua.

Ada peluang bahwa merak jawa hijau pada usia muda itu lebih suka keluar dari kelompoknya dan hidup mengembara untuk mencari pasangan hidup.

Reog Ponorogo

Menjumpai merak jawa hijau nan molek di Jawa kini barangkali merupakan sebuah kemewahan.

Namun, keindahan bulu-bulunya masih bisa kita nikmati sebagai aksesori reog ponorogo. ”Satu reog ponorogo menggunakan sedikitnya 1.000 helai bulu merak jawa hijau,” kata Jarwadi.

Warna bulu jenis merak ini hijau mengilap.

Satu ekor merak jawa hijau memiliki sekitar 150 helai bulu.

Jenis satwa ini dilarang untuk ditangkap dan diperdagangkan. Kegiatan penangkarannya pun masih teramat langka.

Jumlah populasi di Taman Nasional Meru Betiri pada 2003-2004 berkisar 30 ekor. Di Baluran pada 1995 diketahui masih ada sekitar 100 ekor, sekarang diketahui berkurang menjadi sekitar 75 ekor. ”Di Alas Purwo berbeda. Di sana justru terjadi peningkatan,” kata Jarwadi.

Menurut dia, merak jawa hijau di Alas Purwo pada 1998 diperkirakan mencapai 40 ekor. Pada 2007 ternyata meningkat menjadi 80 ekor.

Peningkatan populasi merak jawa hijau ini diduga akibat berkurangnya perburuan. Pembukaan hutan rapat untuk tumpangsari juga menambah ruang hidup bagi merak jawa hijau.

”Saat ini tidak terlambat bagi pemerintah atau kelompok masyarakat yang ingin melestarikan merak jawa hijau,” kata Jarwadi.

Jenis merak, menurut Jarwadi, terbagi berdasarkan warna hijau dan biru. Jenis merak biru masih terdapat di India, sedangkan merak hijau masih tersebar di Jawa, Myanmar, Malaysia, dan Indochina.

Fragmentasi hutan

Jarwadi menyebutkan, fragmentasi hutan adalah ancaman serius bagi keberlangsungan keragaman genetika merak jawa hijau ataupun satwa liar lain. Fragmentasi hutan adalah berupa kondisi terbelahnya hutan oleh pengalihan fungsi untuk perkebunan, pertanian, atau permukiman.

Fragmentasi menjadikan hutan tak lagi berupa satu keutuhan. Hutan makin terbagi-bagi menjadi bagian lebih kecil. Pada akhirnya, peluang interaksi populasi merak jawa hijau terhadap populasi lainnya terpisahkan. Peluang untuk kawin silang menjadi kian sempit.

”Fragmentasi hutan menyebabkan merosotnya gen-gen merak jawa hijau akibat kawin dengan anggota populasi yang sama,” kata Jarwadi. Anggota populasi yang sama kemungkinan besar sedarah karena merak jawa hijau berpoligami.

Akibat dari perkawinan sedarah itu memerosotkan kualitas genetika merak jawa hijau. Ancaman berikutnya, daya tahan merak hijau jawa akan semakin melemah sehingga akan menuju kepunahan. Hal ini berlaku pula bagi jenis satwa lain. Jarwadi mencemaskan keberadaan merak jawa hijau sekarang.

Asosiasi Biologi Tropika dan Konservasi (The Association for Tropical Biology and Conservation/ATBC) merupakan perhimpunan para biolog dunia. Konferensi asosiasi ini dimulai pada 1963 dan Indonesia sudah terlibat menjadi peserta sejak awal.

Tahun ini merupakan kali pertama Indonesia menjadi penyelenggara dan tuan rumah konferensi ATBC. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Universitas Indonesia (UI) ditunjuk untuk mengorganisasi penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan 900 ilmuwan di bidang biologi dari sekitar 60 negara tersebut.

Sebanyak 40 simposium digelar untuk mempresentasikan 464 naskah selama empat hari (20-23 Juli 2010). Menurut Kepala LIPI Lukman Hakim, hasil riset lainnya dituangkan ke dalam poster yang digelar mencapai 200 lembar meski pada kenyataannya jauh lebih sedikit dari jumlah tersebut.

Peneliti senior dari Lembaga Center for International Forestry Research (Cifor), Daniel Murdiyarso, mengatakan, persoalan penting sekarang ini salah satunya adalah makin hilangnya berbagai biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Kehilangan biodiversitas secara tidak langsung bisa berdampak terhadap kelangsungan pangan.

Presiden ATBC Profesor Frans Bongers, dalam konferensi pers pencanangan Deklarasi Bali dari konferensi ATBC 2010, menyatakan, dengan banyaknya keanekaragaman hayati yang terjaga dengan baik, kita dapat berbuat banyak untuk mencapai hal-hal yang lebih baik.

Melalui risetnya, Jarwadi telah mengingatkan pentingnya untuk mengetahui apa saja yang membuat merak hijau jawa masih bisa tetap bertahan hingga sekarang. Dengan mengetahuinya, Jarwadi membuka peluang bagi pemerintah dan masyarakat untuk tetap melestarikan merak jawa hijau.(Nawa Tunggal)

PEMANASAN GLOBAL Ayo, Satu Orang Tanam 60 Pohon



JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengajak masyarakat untuk terus menerapkan pola hidup ramah lingkungan guna menghentikan pemanasan global. Menurut Zulkifli, setiap orang harus menanam minimal 60 pohon untuk menggantikan oksigen dan air yang telah dia habiskan selama hidupnya.

"Cara untuk cinta pada alam sebenarnya mudah saja. Tiap orang, selama hidupnya, minimal harus sudah menanam 60 batang pohon," kata Zulkifli usai mengikuti acara funbike "Gowes Bareng Segarkan Kota Jakarta" yang digelar Harian Kompas, Minggu (25/7/2010).

Zukifli menerangkan, setiap manusia menghabiskan 8-10 ton oksigen setiap tahunnya. Sementara tiap harinya, manusia juga bisa menghabiskan 8-10 liter air. "Maka itu, pemanasan global dan perubahan iklim itu bukan isu semata. Tapi benar-benar kita hadapi," ujarnya.

Dengan menanam 60 batang pohon, kata Zulkifili, tiap orang sudah bisa menggantikan air dan oksigen yang dia habiskan, sekaligus juga mencegah dan mengurangi dampak pemanasan global.

"Setiap pohon bisa menghasilkan 20 ton oksigen dan 100 liter air. Maka itu setiap orang sekurang-kurangnya harus bisa menanam pohon 60 batang," tutur dia