Kamis, 06 Maret 2008

INFORMASI STUDI TOUR 2008

Kepada
Yth. Bapak/Ibu Orang tua siswa kelas XI (sebelas)
Di Tempat

Assalamualaikum wr. Wb.
Salam sejahtera kami sampaikan kepada Bapak/Ibu orang tua siswa, semoga senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT sehingga dapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik. Dengan ini kami sampaikan, bahwa pembelajaran di sekolah bertujuan membekali para siswa pada suatu kompetensi kognisi, afeksi, dan psikomotor. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu berbagai aktifitas yang berorientasi pada pencapaian tujuan.
Program lintas pembelajaran tahun 2007/2008 merupakan program tahunan sekolah dan salah satu upaya mencapai tujuan tersebut. Rencana kegiatannya telah dibahas dalam pertemuan forum guru, perwakilan siswa kelas XI dan komite sekolah, yang hasilnya diantaranya memandang perlu adanya program pembelajaran di luar kelas yaitu kunjungan studi ke berbagai instansi dan lokasi yang dianggap merepresentasikan kompetensi yang diharapkan. Sesuai hasil kesepakatan, kegiatan tersebut insya Allah akan dilaksanakan pada hari Selasa, Rabu dan Kamis, tanggal 20 s/d 22 Mei 2008 (jadwal terlampir)
Kami menghimbau bagi siswa yang akan mengikuti program kegiatan tersebut, segera mendaftarkan diri kepada Panitia/wali kelas, selambat-lambatnya tanggal 15 Maret 2008. Sebagai tanda keikutsertaan, mohon Bapak/ibu dapat membayar (booking fee) sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), biaya lintas pembelajaran Rp 350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) kepada Bendaharawan sekolah, Ibu Nani Kartini Tata Usaha / wali kelas masing-masing, paling lambat tgl 31 April 2008. Demikian informasi ini kami sampaikan, semoga menjadi bahan pertimbangan Bapak/Ibu untuk mendorong putra-putrinya mengikuti kegiatan tersebut guna terlaksana dan tercapainya tujuan pendidikan. Atas perhatian dan kerja samanya Bapak/Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
PANITIA STUDI TOUR

INFORMASI UJIAN NASIONAL 2007/2008

SKL UN 2008 – Geografi SMA/MA (IPS)

Berikut ini kutipan Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional 2008, untuk mata pelajaran Geografi tingkat SMA/MA (IPS). Standar ini dikutip dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 34 tahun 2007, tanggal 5 November 2007.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
URAIAN
1. Memahami hakikat, objek, ruang lingkup, prinsip, konsep, aspek dan pendekatan geografi
Hakikat, objek, ruang lingkup, prinsip, konsep, aspek dan pendekatan geografi
2. Menerapkan ketrampilan dasar peta/pemetaan dalam memahami fenomena geosfer. Prinsip- prinsip dasar membuat peta
Komponen-komponen pada peta
Menghitung skala peta

3. Memahami pemanfaatan citra dan SIG sebagai media informasi fenomena geosfer.
Pemanfaatan citra dan SIG dalam bidang:
Sumberdaya alam dan kehidupan
Menganalisis lokasi industri dan pertanian dengan memanfaatkan peta

4. Menganalisis dinamika unsur-unsur geosfer serta kaitannya dengan kehidupan manusia.
Litoster (struktur lapisan kulit bumi, tenaga endogen dan eksogen)
Hidrosfer (air tanah, perairan darat dan perairan laut)
Pedosfer (kerusakan tanah dan penanggulangannya)
Atmosfer (unsur cuaca dan klasifikasi iklim)
Biosfer (sebaran flora-fauna dan pelestariannya)

5. Menganalisis dinamika unsur-unsur sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Antroposfer (pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk dan mobilitas penduduk)
Industri (klasifikasi industri dan sebaran industri strategis)

6. Mendeskripsikan perkembangan wilayah.
Pola keruangan desa-kota serta interaksi spasial desa dan kota
Indikator negara-negara maju dan negara-negara berkembang

Selasa, 27 November 2007

Informasi

Tugas artikel yg masuk sd tgl 27 November 2007 jam 12.30

M. Zakaria Ansori dkk

Bagi seluruh kelas X ulangan Geografi bab III
tentang Tata surya Raya dan pembentukan Bumi

Syarat yang ikut ulangan adalah yang sudah menyelesaikan
tugas artikel kelompok

Senin, 19 November 2007

UN/UNTUS Pemacu Budaya Kerja Keras Bangsa?

Apa rahasia di balik kisah sukses orang-orang terkemuka dalam menjalani karier dan kehidupannya? Thomas Alva Edison berterus terang bahwa “Kejeniusan adalah 1% inspirasi dan 99% keringat”. Negarawan legendaris, Abraham Lincoln, meyakinkan bahwa “Saya memang seorang pejalan kaki yang lambat, tetapi saya tidak pernah berjalan mundur”. Dan pebisnis, Bob Sadino telah membuktikan bahwa “Modal saya hanya kemauan, tetapi saya punya kaki dan tangan, maka saya terus melangkah dan terus berbuat”. Prof. Djawad Dahlan (2006) mengemukakan hasil riset bahwa “Kesuksesan seseorang 80% ditentukan oleh kepribadiannya, sedangkan faktor intelektual hanya memberikan kontribusi 20%.”
Statement-statement itu pada intinya menegaskan salah satu sifat kepribadian yang diperlukan dalam menjalani kehidupan, yakni kerja keras. Mungkin atas dasar itu pula, Wapres Jusuf Kalla tetap bersikukuh dengan program UN/UNTUS yang dikaitkan dengan kelulusan siswa SD, SMP/MTS, dan SMA/MA/SMK. Budaya kerja keras harus ditempa dan ditanamkan pada diri siswa. Atmosfer budaya kerja keras tidak akan datang serta-merta. Untuk itu, siswa dan guru perlu dilecut dengan kerja keras antara lain dengan Ujian Nasional.
Memacu daya saing bangsa dan etos kerja keras merupakan sesuatu yang urgen dilakukan. SDM bangsa kita sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Semangat belajar siswa umumnya masih sangat rendah, budaya dan kemandirian belajar masih memperihatinkan, budaya menghargai hasil lebih dominan dibanding proses, kurangya apresiasi kepada prestasi, dan sepinya semangat berkompetisi masih mendominasi potret buram pendidikan kita.
Pada titik inilah, meski tujuannya masih disangsikan banyak pihak, kebijakan pemerintah menggelar UN harus dilaksanakan dengan baik. Bahkan pada tahun pelajaran 2007/2008 ini, UNTUS/UN mulai akan dilaksanakan di SD/MI, di SMP UN ditambah mata pelajaran IPA, di tingkat SMA mata pelajaran yang diujikan akan ditambah, dan mungkin standar kelulusan juga dinaikkan. Program ilmu alam ditambah dengan mata pelajaran biologi, fisika, dan kimia, sedangkan program sosial ditambah dengan mata pelajaran geografi, sosiologi, dan akuntansi. UNTUS di SD sedikit banyak akan menghambat program Wajar Dikdas 9 tahun. Perhelatan ini akan memperberat beban para siswa dan tersedotnya anggaran pemerintah untuk melaksanakannya.
Apa sepatutnya kita lakukan. Tidak ada jalan lain, kita harus memberi makna pada perhelatan nasional tersebut agar tidak menjadi sia-sia. Semua pihak jangan terjebak kepada target kelulusan dan prestise institusi/ pemerintah daerah yang menghalalkan segala cara. Kita tidak menginginkan uang rakyat menjadi kegiatan rutinitas yang mubazir.
Persoalannya, bagaimanakah agar perhelatan UN/UNTUS ekuivalen atau sebanding dengan peningkatan daya saing bangsa, kultur belajar, dan kerja keras? Kita harus menghindarkan diri dari praktik-praktik yang merendahkan dan meruntuhkan nilai-nilai pendidikan yang susah payah kita bangun selama ini. Memang, ada seribu satu macam alasan bahkan lebih, mengapa kita melakukan praktik yang tidak terpuji. Dengan dalih membantu kelulusan anak didiknya, menjaga kehormatan lembaga/daerahnya, atau menganggap UN/UNTUS bukan penilaian yang holistik dan adil sehingga kita berusaha membelanya. Agar proses evaluasi pendidikan tersebut tidak semakin buruk, kita semestinya menjaga agar UN/UNTUS dapat dilaksanakan secara jujur, objektif, dan kerja keras.
Standar kelulusan UN memang setiap tahunnya dinaikkan. Kenaikan tersebut berjalan seiring dengan tingkat kekhawatiran semua pihak, khususnya siswa, orang tua, guru, juga instansi terkait pun semakin menggumpal. Apalagi bila dalam beberapa try out dan Pra-UN/UNTUS para siswanya termasuk dalam kategori gagal. Kecemasan dan kegelisahan pun semakin memuncak.
Menghadapi semua itu, sepatutnya kita berintrospeksi, sudahkah perencanaan program pendidikan, pelaksanaan, dan evaluasi dilakukan secara optimal. Jangan-jangan, ikhtiar kita menggapai kelulusan selama ini belum terarah, konsisten, dan sungguh-sungguh. Mungkin usaha kita masih jauh dari ideal atau bahkan semakin menjauh dari tujuan membangun nation character building, kerja keras bangsa.
Kegagalan dan kesuksesan adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Orang yang ingin sukses harus tahu bahwa ada saat-saat kegagalan. Yang penting bukan sekedar mencari jalan sukses, tetapi juga mengerti “apa yang menyebabkan kegagalan.” Bukan meratapi, mengapa ini terjadi dan melakukan praktik tidak terpuji, tetapi berpikir apa yang harus dilakukan untuk mengatasi dan mengantisipasinya. Bimbingan religius dan psikologis harus ditanamkan pada anak didik kita dalam menghadapi UN.
Kita berharap, Ujian Nasional/Ujian Sekolah sejatinya mampu menularkan nilai-nilai luhur bagi kehidupan mereka. Pertama, ketabahan dan kesabaran dalam menjalani proses pembelajaran. Para siswa mampu harus mampu mengusir rasa malas yang kerapkali menderanya, berpaling dari keinginan untuk membolos pada saat pemantapan/bimbel, berlatih mengatasi kesulitan yang dialami pada saat belajar, mampu mengatasi kejenuhan yang kerap menyergap pikirannya. Kedua, mampu mengajarkan melakukan sesuatu sesuai dengan prioritas kepentingannya. Ia seharusnya belajar menimbang dan memutuskan suatu aktivitas, belajar atau melakukan aktivitas yang lainnya. Ketiga, belajar dari kegagalan. Kegagalan seharusnya dijadikan daya lecut untuk mengambil ibrah dan mengubah cara belajarnya yang lebih efektif dan efisien. Keempat, menghargai proses. Keberhasilan harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
Kiranya, menjadi tugas para guru dan orang tua di rumah untuk mengobarkan semangat para siswa/anak-anaknya agar terus belajar sungguh-sungguh dan bertanggung jawab memperjuangkan masa depannya. Wallahu a’lam.

Karnita, S.Pd.
Penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia di SMAN 13 Bandung
Anggota Asosiasi Guru Penulis PGRI Jawa Barat

Memaknai Hari Guru

Hari Guru diperingati di seantero dunia secara berbeda-beda. Di Indonesia, Hari Guru jatuh pada tanggal 25 November 2007 yang bertepatan dengan Hari PGRI; di Amerika Latin tanggal 11 September; di Brazil tanggal 15 Oktober; di Meksiko 27 September; di Albania pada 7 Mei; di Cina tanggal 10 September, di Republik Czech pada 28 Mei, Malaysia pada 16 Mei, di India pada 5 September, di Korea Selatan pada 15 Mei, di Rusia pada 5 Oktober, di Taiwan pada 28 September, di Thailand pada 21 November, di Amerika diperingati pada hari Selasa pertama bulan Mei, sedangkan Hari Guru Internasional (International Teacher Day, ITD) sendiri diperingati pada tanggal 5 Oktober.
Meski dilakukan tidak secara serentak, namun tetap pada intinya, semua negara sangat menghormati jasa-jasa besar guru dalam mencerdaskan manusia di negaranya masing-masing. Peringatan juga menunjukkan pengakuan dan apresiasi pemerintah terhadap profesi guru.
Seberapa besarkah pengakuan terhadap guru dalam pembangunan SDM bangsanya? Presiden RI pertama, Soekarno, berujar, “Guru bukan penghias alam, tetapi membentuk manusia”. Bapak bangsa Vietnam, Ho Chi Minh, menegaskan, “No teacher no education, no education no economic and social development”. Kaisar Jepang pada pascapengeboman Hirosima dan Nagasaki, yang pertama kali beliau tanyakan adalah berapa orang guru yang masih hidup dan menugaskannya untuk segera didata. Itu semua menunjukkan bahwa mereka menyadari benar tentang pentingnya guru bagi pembangunan suatu bangsa.
Jelaslah, di negara manapun, guru diakui sebagai suatu profesi. Guru diagungkan, disanjung, dikagumi karena perannya yang sangat penting. Namun peran ini, menurut Gerstner dkk, pada abad ke-21 ini mengalami perubahan. Perubahan berpusar pada pola relasi antara guru dengan lingkungannya: dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orang tua, dengan kepala sekolah, dengan teknologi, dan dengan kariernya sendiri. Menurutnya, guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai “pengajar” seperti menonjol fungsinya selama ini, melainkan sebagai: pelatih, konselor, manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar.
Pada ulang tahun Hari Guru Nasional dan PGRI yang ke-62 ini seyogianya kita dapat memaknai dua momen penting tersebut. Peringatan dirasakan sangat penting, mengingat kondisi pendidikan nasional kita masih terpuruk di tengah komparasi bangsa-bangsa lain di dunia. Hal ini berbanding lurus dengan kualitas SDM kita yang sangat rendah dan multikrisis yang juga belum teratasi di negeri ini. Berbagai persoalan yang membelit pendidikan nasional juga demikian menumpuk seolah sulit dipecahkan.
Pertama, profesionalisme guru merupakan prasyarat terlahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya pemerintah melaksanakan sertifikasi berbasis penilaian portofolio secara bertahap untuk beberapa tahun ke depan sungguh sangatlah memperihatinkan. Betapa perbaikan suatu pembangunan SDM tenaga pendidik harus menunggu dalam antrean yang sangat panjang dan waktu yang lama. Seharusnya pemerintah melakukan percepatan program tersebut bila tidak ingin generasi penerusnya tetap dalam kondisi yang tidak berkualitas. Pemerintah seharusnya dapat memprioritaskan profesionalisme guru dibanding dengan pembangunan lainnya. Sebab sesungguhnya, melalui pembangunan SDM ini kelak akan mampu mendongkrak pembangunan sektor lainnya.
Kedua, kesejahteraan guru yang relatif rendah. Rekomendasi Unesco dan ILO yang seharusnya dijadikan rujukan dalam memberikan penghargaan terhadap status dan martabat guru. Dokumen tersebut secara khusus menekankan pentingnya kesejahteraan guru yang mencakup empat aspek: (1) gaji guru, (2) jaminan sosial, (3) perlindungan profesi guru, (4) pemenuhan hak dan kewajiban guru. Khusus mengenai gaji guru, dalam Pasal 114-124 mensyaratkan kriteria gaji guru sebagai berikut: (1) harus sebanding dengan gaji profesi lain yang relatif sama, (2) sesuai penghargaan sosial masyarakat dan pemerintah terhadap guru, (3) kompetitif positif dengan profesi yang memiliki syarat yang sama, (4) cukup untuk hidup layak dan meneruskan pendidikan dan apresiasi budaya serta pola hidup sesuai dengan jabatan, (5) cermin penghargaan masyarakat terhadap pendidikannya, (6) cukup menarik untuk menjaring SDM yang baik.
Ketiga, perbaikan sistem dan model penghargaan terhadap guru. Pemberian penghargaan terhadap guru merupakan salah satu upaya nyata untuk memposisikan guru sebagai insan pendidikan dalam lingkup kehidupan bermasyarakat dan berbegara secara wajar, adil, dan manusiawi. Upaya ini merupakan tanggung jawab bersama semua pihak terkait dalam rangka mewujudkan pendidikan yang lebih bermakna. Sejajar dengan upaya pembenahan sistem pengganjaran terhadap guru yang berupa gaji, tunjangan, dsb. Perlu dikembangkan satu model penghargaan dalam bentuk tertentu yang sedemikian rupa berdampak adanya pengakuan dan penghormatan dari masyarakat terhadap guru dan sekaligus sebagai sumber motivasi bagi para guru itu sendiri.
Pemberian penghargaan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada guru untuk secara intrinsik lebih menyadari akan posisi dan tanggung jawabnya sehingga mendorong untuk berkinerja secara optimal. Makna penghargaan dalam konteks ini adalah “sesuatu” yang diberikan secara resmi kepada guru sebagai pengakuan dan penghormatan atas prestasi kinerja yang telah diwujudkannya secara cemerlang baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun kinerja profesionalnya dalam pendidikan. Dirgahayu Guru Indonesia!

Karnita. S.Pd.

Penulis adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMAN 13 Bandung
Anggota Asosiasi Guru Penulis PGRI Jawa Barat

Minggu, 18 November 2007

MY EXPERIENCE ABOUT LIFE…..

Saya mungkin tidak terlalu suka belajar formal. Di mana saya harus duduk manis di sebuah ruangan yang dipenuhi kursi, meja, teman-teman, sebuah papan tulis, dan seorang guru di depan. Saya lebih suka belajar dari kehidupan yang ada di sekitar saya. Pelajaran yang begitu berharga yang tidak mungkin saya dapatkan di dalam kelas. Kenapa saya suka belajar tentang kehidupan? Karena saya tau itu adalah kebutuhan.
Kebutuhan yang penting yang harus saya pelajari juga. Mengingat saya hidup di kota besar sendiri, juga karena kehidupan remaja yang terkesan ‘liar’ di mata orang tua. Tak heran banyak orang tua yang melarang ini itu pada anaknya. Kecuali saya. Saya agak berbeda. Orang tua saya mengerti saya. Mereka memberikan sesuatu yang sangat sangat berharga buat saya, yang mungkin tidak semua remaja mendapatkannya. Yaitu sebuah kepercayaan. Ya, karena kepercayaan merekalah yang dapat membantu saya dengan mudah dapat mengetahui apapun yang ingin saya ketahui. Bukan berarti diberi kepercayaan dapat melakukan apa saja seenaknya. Justru itu adalah beban tanggung jawab saya kepada orang tua. Di mana orang tua yang memberikan kepercayaan adalah untuk tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri. Karena menurut buku yang pernah saya baca, ‘Besar itu pasti, tapi dewasa belum tentu. ’
Jadi untuk menjadi dewasa itu susah. Apalagi masa-masa peralihan ke dewasa seperti sekarang. Untuk remaja seperti saya itu terlalu banyak godaannya. Hal-hal negatif mudah sekali meracuni pikiran remaja, karena rentannya remaja terpengaruh oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Tapi menurut saya semuanya bisa dilalui dengan aman ada rambu-rambu yang di buat oleh kita sendiri. Jadi prinsipnya seperti ini, apa yang kita jalani adalah untuk hidup kita. Seandainya kita melakukan hal-hal yang buruk toh kita sendiri yang akan merasakan akibatnya.(Mita M.jan’05)

POSITIVE THINKING DONK !

Banyak orang bilang bahwa masa remaja adalah masa yang paling indah. Kamu mungkin juga akan sependapat kan? Sebenarnya, masa yang seperti apa sih yang dikatakan indah itu? Hmmm…susah juga ya untuk mendeskripsikannya. By the way, katanya remaja itu punya keingintahuan yang besar, terus ada yang bilang, lagi mencari jati diri, atau baru ngerasain jatuh cinta for the first time. Bener nggak sih? Sebagian dari kamu mungkin ada yang menganggukan kepala, tersenyum, atau menggelengkan kepalanya mantap.
Wajar-wajar aja sih. Itu alamiah kok. Nggak ada kan, yang ngelarang orang jatuh cinta? Wah paling juga orang tua. Tapi kenapa sih mereka ngelarang? Emangnya mereka nggak pernah ngerasain jatuh cinta? Namanya juga orang tua. Kita harus positive thinking aja! Yang namanya orang tua tuh pastinya nggak akan ngejerumusin kita ke hal-hal yang nggak bener. So, kalo mereka ngelarang ini itu sama kita, bukan berarti mereka nggak sayang sama kita. Tapi malah mereka itu sayang banget sama kita.
Nah! Kebanyakan remaja seperti kita nih di masa pubernya, egonya jadi tinggi, cuek, dan cepat emosian. Untuk mereka yang memiliki sifat-sifat tadi, harus segera bisa di atasi tuh! Soalnya kalau nggak cepat-cepat dihilangkan, sifat-sifat tadi bakalan ikut kita sampai kita dewasa nanti. Nggak mau kan kalau someday kita dewasa, kita jadi orang yang tersisihkan karena keegoisan kita? Aduuh…enggak banget deh! Makanya, dari sekarang kita harus pandai-pandai mengambil sikap.
Kita sebagai remaja tau banget kalau di masa remaja ini, pikiran kita lagi labil, mudah terpengaruh, selalu ingin mencoba hal baru, dan agak sedikit sensitif. Sebenarnya semuanya bisa kita kendalikan kok. Contohnya ego, ego itu bisa dikendalikan. Tentu saja dari diri kita sendiri. Emang nggak mudah sih nurunin ego, tapi kenapa nggak kita coba sedikit demi sedikit? Dengan cara, mencoba untuk memahami orang lain, mengalah, dan memaklumi orang lain. Orang yang mau mengalah demi orang lain adalah orang yang berjiwa pemenang. Itu kata filsuf lho!
Kita sebagai remaja modern, harusnya bisa menunjukkan bahwa kita adalah remaja yang selalu berpikiran positif. Dengan kita berpikiran positif maka apapun yang kita jalani akan menghasilkan hasil yang baik pula. (MITA M./Jan’05)