Sabtu, 29 Januari 2011

DNA Orangutan Berhasil Diurutkan



Alifa (10 bulan), bayi orangutan (Pongo pygmaeus), bermain di luar kandang di ruang perawatan anak di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, Selasa (17/8/2010).

KOMPAS.com - Tim ahli internasional yang dipimpin Washington University School of Medicine telah berhasil mengurutkan DNA orangutan Sumatra dan Kalimantan. Data tersebut diharapkan dapat membantu ahli-ahli konservasi menetapkan prioritas upaya penyelamatan berdasarkan kesehatan genetik hewan yang makin sedikit jumlahnya ini.

Para ilmuwan tersebut mendata sekitar 13 juta variasi DNA orangutan. Dalam penelitian yang dipublikasikan Kamis (27/1/2011) ini, terlihat bahwa terdapat keragaman genetik antara orangutan Sumatra (Pongo abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus). Keragaman ini sangat penting karena dapat meningkatkan kemampuan populasi terkait untuk tetap sehat dan beradaptasi dengan lingkungan.

Genom orangutan ini memberi tambahan keterangan dalam pohon evolusi dan memberikan wawasan kepada ilmuwan tentang keunikan DNA manusia yang membuatnya berbeda dari hewan ini.

"Berbicara genetik, secara rata-rata, (DNA) orangutan lebih beragam dibandingkan manusia. Kami menemukan sangat banyak keragaman baik pada orangutan Sumatra maupun Kalimantan. Namun, belum jelas apakah keragaman ini dapat dipertahankan dengan semakin meluasnya deforestasi," kata ketua tim penulis penelitian ini, Devin Locke, dari Washington University's Genome Center.

Secara keseluruhan, para peneliti menemukan 97 persen keidentikan antara genom manusia dan orangutan. Namun dalam penelitian ini, para peneliti menemukan bahwa dalam berbagai hal genom orangutan berkembang lebih lambat daripada genom manusia.

Genom mirip dengan sebuah buku instruksi untuk menciptakan dan mempertahankan spesies tertentu. Sementara itu, kromosom adalah bab-bab dalam buku tersebut. Dalam setiap bab ada paragraf, kalimat, kata huruf, yang ibaratnya urutan DNA suatu makhluk hidup.

"Jika anda mengedit sebuah buku dalam komputer, Anda dapat menandai sebuah paragraf, menyalin (copy) dan menempel (paste), menghapus, atau mengubahnya. Duplikasi, penghapusan, dan pengubahan DNA adalah tipe variasi struktur. Saat kami melihat genom manusia dan simpanse, kami melihat percepatan perubahan struktur sepanjang sejarah evolusi. Tapi, entah karena apa, orangutan tidak berpartisipasi dalam percepatan itu," ujar Richard K. Wilson, direktur Washington University's Genome Center yang mengetuai proyek peneilitan ini.

Menurut Locke, kurangnya elemen Alu, regangan DNA yang membuat sekitar 10 persen genom manusia, yang jadi penyebab. Alu dapat terbentuk di tempat-tempat tak terduga dalam tubuh manusa untuk menciptakan mutasi atau penyusunan kembali genetik.

Genom manusia memiliki sekitar 5.000 Alu spesifik. Simpanse memiliki sekitar 2.000. "Dalam genom orangutan, kami hanya menemukan 250 Alu baru dalam rentang waktu 15 juta tahun. Ini adalah hal paling mungkin untuk menjelaskan kestabilan struktural dalam genom orangutan," tutur Locke.

Penelitian baru ini juga menunjukkan orangutan Sumatra dan Kalimantan berpisah pada sekitar 400.000 tahun lalu. Perkiraan sebelumnya memperkirakan perpisahan spesies ini terjadi pada sekitar satu juta tahun lalu.

Studi terhadap orangutan sangat penting karena hewan-hewan ini berada dalam ancaman besar kerusakan ekologi. Jumlah orangutan terus menurus seiring perambahan manusia ke habitat mereka. Saat ini, hanya sekitar 50.000 orangutan Kalimantan dan 7.000 orangutan Sumatra yang masih hidup di alam bebas.

"Orangutan menghabiskan 95 persen waktu mereka di pepohonan. Mereka berkelana melalui pohon, bersarang di pohon, dan mengumpulkan makanan di pohon. Semua diversitas genetik di dunia tidak dapat menyelamatkan mereka di alam liar jika habitat mereka dirusak," pungkas Locke. (National Geographic Indonesia/Raras Cahyafitri)

Publikasi ulang : Asefful Anwas

Kamis, 13 Januari 2011

NASA Temukan Planet di Luar Tata Surya



Planet Kepler menurut rekaan artis

KOMPAS.com — Ilmuwan dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat berhasil menemukan planet terkecil di luar tata surya. Nama planet yang diumumkan Senin (10/1/2011) tersebut adalah Kepler 10-b, dinamai sesuai dengan nama teleskop yang digunakan untuk menemukannya.

Penemuan planet ini adalah hasil pengumpulan data dari teleskop ruang angkasa sejak Mei 2009 hingga awal Januari 2010. Natalie Batalha, ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang menemukan planet tersebut, mengungkapkan bahwa Kepler merupakan planet berbatu, sama seperti Bumi. Ini membedakan dengan beberapa jenis planet lain yang terdiri atas massa gas.

Ukuran Kepler 10-b tergolong terkecil sebab hanya 1,4 kali ukuran Bumi. Sementara itu, massa planet ini sekitar 4,5 kali massa Bumi. Sejauh ini belum pernah ditemukan planet mirip Bumi di luar tata surya yang berukuran sekecil ini.

Meski mirip dengan Bumi karena terdiri atas batuan, suhu planet ini terlalu panas. Salah satu sisinya bersuhu 2.700 derajat Fahrenheit. Menurut pendapat ilmuwan, suhu panas ini disebabkan jarak Kepler 10-b dan bintangnya 20 kali lebih dekat dibandingkan jarak Merkurius-Matahari.

Karena suhu panasnya, Batalha berpendapat bahwa planet ini tak mampu mendukung kehidupan.

Rabu, 22 Desember 2010

Kuota Sertifikasi 2011 Naik 50 Persen

Rabu, 22 Desember 2010 | 16:50 WIB

Ilustrasi: Terkait pembayaran tunjangan profesi guru pada 2011, LPMP diminta menyiapkan lampiran tunjangan profesi tahun 2011, baik yang akan dibiayai dinas pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuota sertifikasi guru pada 2011 dinaikkan 50 persen, yaitu dari 200.000 guru menjadi 300.000 guru. Pada 2015 nanti diperkirakan pemerintah harus menyediakan anggaran pembayaran tunjangan profesi guru sedikitnya Rp 60 Triliun.

Pembayaran tunjangan profesi para guru sudah harus dibayarkan pada bulan Februari baik di kabupaten maupun provinsi.
-- Baedhowi

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengemukakan kebijakan pemerintah tersebut di acara peluncuran fasilitas komunikasi tatap muka jarak jauh (telepresence) di Jakarta, Rabu (22/12/2010). Sementara itu, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi meminta Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) untuk berkoordinasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dapat memenuhi target pengumpulan berkas sertifikasi.

"Berkas yang diusulkan adalah yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Supaya pelaksanaannya lancar," kata Baedhowi.

Terkait pembayaran tunjangan profesi guru pada 2011, Beadhowi meminta agar LPMP menyiapkan lampiran tunjangan profesi tahun 2011, baik yang akan dibiayai dinas pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi.

"Kami segera mengirimkan surat dalam satu dua hari ini untuk meminta berkas kepada semua dinas kabupaten/kota yang akan diajukan tunjangan profesinya pada 2011. Pembayaran tunjangan profesi para guru sudah harus dibayarkan pada bulan Februari baik di kabupaten maupun provinsi," kata Baedhowi.

Kamis, 09 Desember 2010

Fosil Bangau Raksasa Ditemukan di Flores

Rabu, 8 Desember 2010 | 14:22 WIB

Big bird: This artists impression shows how the Leptoptilos robustus would have towered over the prehistoric Homo Florensiensis on the island of Flores

JAKARTA, KOMPAS.com — Menurut Zoological Journal of the Linnean Society, fosil bangau putih raksasa ditemukan di Pulau Flores. Peneliti mengatakan, penemuan fosil bangau ini penting untuk mempelajari evolusi manusia purba yang juga ditemukan di pulau ini, Homo floresiensis.

Bangau putih yang diberi nama Leptoptilos robustus itu memiliki tinggi 1,8 meter dan berat hingga 16 kilogram, membuatnya paling tinggi dan paling berat di antara spesies bangau lainnya.

Paleontolog Hanneke Meijer dari National Museum of Natural History di Leiden, Belanda, menemukan fosil ini bersama koleganya, Dr Rokus Due dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta. Mereka menemukan empat tulang kaki di Gua Liang Bua, Pulau Flores. Tulang-tulang ini diyakini merupakan bagian dari seekor bangau yang hidup antara 20.000 dan 50.000 tahun lalu.

"Saya menyadari tulang-tulang bangau raksasa ini pertama kali di Jakarta, saat mereka disandingkan dengan tulang-tulang yang lebih kecil lainnya. Menemukan burung besar adalah hal biasa di pulau itu. Tapi saya tidak menyangka menemukan bangau putih raksasa," kata Dr Meijer.

Tidak ada tulang sayap yang ditemukan. Para peneliti menyangka bangau ini jarang atau bahkan tidak pernah terbang. Ukuran dan berat tulang kaki serta ketebalan dinding tulang menunjukkan bangau ini sangat berat sehingga menghabiskan sebagian besar hidupnya di darat.

Spesies Pulau Flores
Penemuan spesies raksasa bukan hal baru di Pulau Flores. Para peneliti telah menemukan makhluk-makhluk kerdil, seperti gajah kerdil Stedgodon florensis insularis dan komodo Varanus komodoensis. Di pulau ini pula para ilmuwan menemukan fosil manusia kerdil, Homo floresiensis, yang hanya memiliki tinggi satu meter.

Fenomena perubahan ukuran ini dikenal sebagai faktor pulau dan dipicu beberapa predator yang ada di pulau tersebut. Akibatnya, hewan-hewan yang menjadi mangsa makin kecil, sedangkan hewan predator semakin besar. "Mamalia yang besar seperti gajah dan primata menunjukkan penurunan ukuran. Sementara itu, mamalia kecil seperti hewan pengerat dan burung ukurannya membesar," urai Dr Meijer.

Adapun Homo floresiensis ditemukan pada tahun 2004. Sampai saat ini, para peneliti masih memperdebatkan status Homo floresiensis. Ilmuwan masih mempertanyakan apakah manusia kerdil yang hidup 12.000 hingga 8.000 tahun yang lalu itu termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.

"Status Homo floresiensis menjadi bahan perdebatan semenjak ditemukan. Menurut saya, bangau putih raksasa ini penting untuk memahamai evolusi Homo floresiensis. Ada spekulasi kalau bangau putih raksasa ini memakan Homo floresiensis. Meski tidak ada bukti, kemungkinannya tidak bisa dikesampingkan," cetus Dr Meijer.

Hingga kini belum jelas mengapa bangau raksasa, gajah kate, dan manusia purba itu punah. "Tapi, kami memiliki beberapa petunjuk. Semua tulang bangau putih raksasa seperti juga gajah kate dan manusia kerdil ditemukan di bawah lapisan tebal debu vulkanik. Kemungkinan ada erupsi gunung api. Kedua, bangau putih raksasa dan makhluk sezamannya punah sebelum manusia modern muncul di gua itu," pungkas Dr Meijer. (

Selasa, 30 November 2010

Danau-danau di bumi memanas

Rabu, 24 November 2010 | 14:48 WIB

Panorana pagi hari di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatra Selatan, Selasa (27/4). Daya tarik Danau Ranau tidak kalah dengan tempat wisata lainnya di Indonesia.

KOMPAS.com — Danau-danau terbesar di Bumi mengalami pemanasan dalam kurun 25 tahun terakhir. Hal tersebut diumumkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, Selasa (23/11/2010).

Pemanasan yang terjadi pada danau-danau tersebut diketahui setelah peneliti Philipp Schneider dan Simon Hook dari Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California, melakukan observasi terhadap 167 danau di Bumi dengan menggunakan data satelit.

"Para peneliti melaporkan bahwa rata-rata tingkat pemanasan adalah 0,81 derajat Fahrenheit (0,45 derajat celsius) per dekade. Beberapa danau bahkan memanas hingga 1,8 derajat Fahrenheit (1 derajat celsius) per dekade," kata NASA dalam pernyataannya.

Para peneliti menemukan bahwa area yang mengalami peningkatan paling besar adalah wilayah utara Eropa. Sementara itu, tren pemanasan sedikit menurun di wilayah selatan Eropa.

Wilayah barat daya Amerika Serikat mengalami tren pemanasan yang sedikit lebih besar daripada wilayah Great Lakes. Sementara itu, wilayah tropis, khatulistiwa, dan belahan bumi selatan mengalami tingkat pemanasan yang lebih kecil.

Danau Ladoga di Rusia dan Danau Tahoe di Amerika Serikat mengalami peningkatan suhu yang paling besar. Danau Tahoe mengalami peningkatan sebesar 1,7 derajat celsius sejak tahun 1985. Adapun Danu Ladoga mengalami peningkatan sebesar 2,2 derajat celsius.

"Analisis kami menunjukkan data baru dan independen untuk mengetahui dampak perubahan iklim pada daratan di Bumi," kata Schneider.

Menanggapi peningkatan suhu yang terjadi di danau, Hook mengatakan, "Kami terkejut mengetahui bahwa beberapa danau menunjukkan peningkatan suhu yang melebihi peningkatan suhu udara."

Schneider mengungkapkan, perubahan yang terjadi pada danau tersebut bisa berdampak pada kelangsungan ekosistem danau. Anggota ekosistem tersebut dikatakan bisa terpengaruh oleh perubahan suhu yang sangat kecil.

Hasil penelitian Schneider dan Hook dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters yang terbit minggu ini. Dalam meneliti, para peneliti memilih danau yang berukuran paling sedikit 500 kilometer persegi dan jauh dari garis pantai.

Senin, 08 November 2010

Pasir dan Abu Vulkanik Bernilai Ekonomi

Senin, 8 November 2010 | 06:53 WIB

Warga melintas di kawasan Tugu yang diselimuti abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi di Jalan Mangkubumi, Yogyakarta, Sabtu (30/10/2010). Siapa menyagka debu dan pasir vulkanik ini sangat bernilai ekonomi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasir yang terkandung dalam material vulkanik yang dimuntahkan gunung api, termasuk Gunung Merapi, merupakan pasir kualitas terbaik untuk bahan bangunan. Adapun debu gunung berapi sangat baik digunakan untuk mengembalikan kesuburan tanah.

Dosen Vulkanologi yang juga Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, saat dihubungi dari Jakarta pada Minggu (7/11/2010) mengatakan, fungsi pasir gunung api sebenarnya sama dengan pasir biasa. Namun, kandungan silika (SiO) yang tinggi membuat kualitasnya menjadi sangat baik.

Pasir gunung api baik digunakan untuk penjernih air. Pola silika yang berujung runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikel tidak diinginkan jauh lebih baik ketimbang pasir biasa. Meski demikian, penggunaan pasir gunung api sebagai penjernih air tetap membutuhkan bahan lain, seperti zeolit dan arang kayu.

"Dalam penjernih air, fungsi pasir gunung api hanya menggantikan fungsi pasir biasa," katanya.

Pasir gunung api juga sangat baik digunakan untuk bahan beton. Ujung silika yang runcing membentuk partikel yang memiliki sudut. Pola partikel bersudut itulah yang membuat ikatan pasir gunung api dengan semen menjadi lebih kuat.

Pasir biasa memiliki ujung bulat sehingga kekuatan ikatannya dengan bahan pembuat beton lainnya lebih lemah.

Dosen Panas Bumi dan Gunung Api Institut Teknologi Bandung, Asnawir Nasution, mengatakan, selain silika, pasir gunung api juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi pasir gunung api sangat baik karena belum mengalami pelapukan sehingga baik untuk campuran bahan bangunan.

"Pasir gunung api juga memiliki kandungan lempung yang sangat sedikit. Selain membuat beton semakin kuat, sedikitnya lempung juga akan meningkatkan daya tahan beton dan membuat tingkat kekeroposan beton lebih rendah," ucapnya.

Di Jawa Tengah pasir Gunung Merapi menjadi incaran, sedangkan di Jawa Barat pasir Gunung Galunggung menjadi primadona. Menurut Asnawir, harga pasir Gunung Galunggung bisa mencapai Rp 900.000 per truk, sedangkan pasir biasa yang didatangkan dari Garut hanya dihargai Rp 500.000 per truk.

Unsur hara

Eko mengatakan, material vulkanik yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan hanya yang berupa pasir atau kerikil. Material berukuran besar itu hanya terdapat di sekitar letusan gunung api. Jika mencermati letusan Gunung Merapi saat ini, pasir yang dapat dipergunakan diperkirakan hanya yang berada dalam radius 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Material debu hanya dapat dimanfaatkan untuk memperkaya unsur hara dalam tanah. Kandungan unsur hara material gunung api dapat digunakan untuk menetralisasi "kecapaian" tanah yang selama ini banyak diberi pupuk anorganik.

Menurut Asnawir, fungsi pasir gunung api sebagai pupuk sangat ditentukan oleh ketebalan dan lokasinya. Pasir gunung yang tebal belum dapat digunakan langsung karena masih panas dan kandungan gasnya tinggi.

Dalam kasus Gunung Galunggung, lingkungan gunung yang hancur akibat debu hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk berubah menjadi hijau kembali. "Debu yang mencapai daerah jauh, seperti debu Merapi di Bandung, tetap sulit dimanfaatkan. Debu yang tipis akan mudah terbawa air hujan dan angin sehingga sulit untuk dimanfaatkan," tuturnya.

Membersihkan

Menurut Eko, dari kasus letusan Gunung Kelud, masyarakat di sekitar gunung memiliki dua sapu panjang yang dapat digunakan untuk membersihkan pasir dan debu vulkanik di rumah mereka.

Sapu pertama yang dicelupkan ke air difungsikan untuk membasahi pasir agar mudah ditarik ke bawah. Adapun sapu kedua yang dilengkapi penampung debu digunakan untuk menarik material lembab yang berada di atas genteng.

Material di atas genteng jangan disiram dengan air karena justru akan menambah berat material sisa gunung api. Karena beban bertambah, kondisi itu bisa memicu ambruknya rumah.

"Teknik melembabkan material di atas genteng dan penggunaan sapu panjang ini bisa diterapkan dalam kasus di Merapi," katanya. (MZW)

Kamis, 28 Oktober 2010

Kenalkan, Penemu Mesin Pencari Planet...


JAKARTA, KOMPAS.com - Daya ingat siswa lebih mudah terangsang dan tajam ketika seorang pendidik mampu mengolah materi ajarnya dengan cara yang unik dan menarik. Inilah yang dibuktikan Ayatollah Hidayat, salah satu guru finalis Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) 2010, dengan alat ciptaannya; Mesin Pencari Planet (MP2).

Pola tingkah laku mereka mulai berubah dalam belajar. Daya ingat dan daya tangkapnya juga jauh lebih baik.
-- Ayatollah Hidayat

Dengan alat tersebut, guru kelas 6 SDN Ma'lengu, Kecamatan Bontolemapangan, Gowa, Sulawesi Selatan, ini menjadikan pelajaran tentang planet dan sususan tata surya tak sesulit yang dibayangkan murid-muridnya lantaran harus menghafalnya.

Sejak setahun lalu Ayatollah menggunakan MP2 sebagai alat peraga menyampaikan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di dalam kelasnya. Khususnya, pengetahuan tentang susunan tata surya.

Ayatollah mengungkapkan, ciptaannya itu tercetus murid-muridnya mengaku kesulitan menghafal nama-nama planet dan susunannya di tata surya. Berbekal itulah, ia pun secara sederhana menciptakan alat tersebut dengan bahan-bahan yang sederhana.

Delapan planet dalam lingkaran tata surya dibuatnya menggunakan tutup botol plastik bekas beragam ukuran. Planet-planet dari tutup botol itu kemudian direkatkan dengan rangkaian kabel paralel. Rangkaian kabel itu masing-masing berujung pada paku buku yang diletakan pada sebuah bidang nama planet di bawah lingkaran tata surya dengan bahan tampah bambu untuk mengayak beras.

Kabel-kabel itu kemudian dipusatkan pada baterai sebagai power yang akan menyuplai aliran listrik. Aliran listrik inilah yang akan membuat lampu indikator menyala saat dua kutub panel disatukan lewat dua pen penunjuk.

"Pen hitam untuk mencari gambar planet, sedangkan pen merah untuk mencari nama planet. Satu pen harus ditempelkan pada kutub panel nama planet, satunya lagi ditempelkan pada planet-planet tutup botol," ujar Ayatulloh, di depan dewan juri Lomba Kreativitas Ilmiah Guru (LKIG) ke-18 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Hotel Bumiwiyata, Depok, Senin (2/8/2010).

"Jika lampu indikator tidak menyala, berarti pen yang ditempel tidak sesuai dengan kutubnya. Sebaliknya, jika planet yang ditunjuk benar dan sesuai dengan nama planet yang dicari, lampu indikator di tengah alat tersebut akan secara otomatis menyala," kata pria kelahiran Gowa, kelahiran Oktober 1985 itu.

Modifikasi

Ayatollah menuturkan, sejak menggunakan ciptaannya itu di dalam kelas, siswa pun mulai lebih memerhatikan pelajaran IPA. Dia mengakui, bahwa dengan cara yang unik itulah dirinya bisa membuat siswa senang belajar.

"Pola tingkah laku mereka mulai berubah dalam belajar. Daya ingat dan daya tangkapnya juga jauh lebih baik," kata Ayatollah.

Alat tersebut, kata dia, kini menjadi pendukung Lembar Kerja Siswa (LKS) bidang IPA. Karena, kata dia, teori yang ada di dalam LKS pun menjadi lebih mudah dipahami ketimbang menghapal susunan huruf dan gambar planet.

"Akhirnya bisa saya simpulkan, bahwa metode ini pun bisa digunakan untuk memperlajari pelajaran lain seperti mengenal nama-nama negara dan ibukota pada pelajaran IPS," imbuh Ayatollah.

Untuk itu, ujarnya, MP2 diharapkannya bisa menjadi alternatif baru sarana praktik belajar di dalam kelas. Ke depan, setelah LKIG 2010 ini, ia masih ingin memodifikasi MP2 agar lebih baik lagi untuk kemajuan peserta didiknya.

"Maunya bisa berbunyi seperti bel, tetapi itu nanti saja, masih saya pelajari," ujar Ayatollah.